Thursday, May 16, 2019

Manusia dan Keadilan

MANUSIA DAN KEADILAN
Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
PENGERTIAN KEADILAN
Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap dan dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun pada wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di indonesia tidak adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet mendapatkan masa kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor lah yang mencuri uang rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu. Bahkan koruptor bisa mendapatkan fasilitas yang istimewa bahkan seperti apartemen didalam penjara.
KEADILAN SOSIAL
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan kebijakannya masing-masing.
5  Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2.      Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3.      Pemerataan pembagian pendapatan.
4.      Pemerataan kesempatan kerja.
5.      Pemerataan kesempatan berusaha.
6.    Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan  kaum wanita.
7.      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
BERBAGAI MACAM KEADILAN
a)   Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
b)   Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c)   Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.
KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
1.      Aspek ekonomi
2.      Aspek kebudayaan
3.      Aspek peradaban
4.      Aspek tenik
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai halyang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.
PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
PEMBALASAN
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Contoh Kasus :
Ketidakadilan Negara Terhadap Rakyat
( Studi Kasus Lumpur Lapindo)
lapindo
     Area yang terkena dampak lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terlihat dari udara, Kamis (5/3/2015). Sembilan tahun setelah semburan lumpur tersebut mulai berlangsung, pembayaran ganti rugi terhadap warga yang terkena dampak dari lumpur tersebut belum seluruhnya tuntas. Kompas/Ferganata Indra Riatmoko (DRA) 05-03-2015
    Tulisan ini mengkaji ketidakadilan Negara terhadap Rakyat, dalam kasus Lumpur Lapindo, Jawa Timur. Indonesia adalah Negara yang besar karena telah mendapat  legitimasi oleh seluruh dunia menjadi Negara merdeka. Namun dalam kenyataannya bangsa ini belum sungguh –sungguh bebas merdeka. Kita bisa lihat saja dari kasus Lumpur lapindo yang terjadi Jawa Timur, seakan Negara menganak tirikan daerah tersebut. Karena sejak 29 mei 2006 hingga kini petaka Lumpur lapindo seakan masih menjadi kelabu bagi masyarakat Jawa Timur dan sekitarnya. Pemerintah hanya sibuk menyelesaikan kasus – kasus yang bertemakan korupsi, demokrasi, namun melupakan kebebasan rakyat seutuhnya. Mereka lupa bahwa Negara wajib menciptakan kesejahterakan, keadilan bagi rakyat sesuai dengah amanat Pancasila.
   Namun hingga akhir 2009 sudah sekitar Rp 4 triliun uang negara (APBN) tersedot untuk menyelesaikan masalah Lumpur Lapindo. Kasus lumpur itu menjadi salah satu bukti kedigdayaan Grup Bakrie, yang membuat hukum Negara ini lumpuh tak berdaya. Semburan lumpur mengakibatkan beberapa dampak baik dari segi sosial, budaya, politik, ekonomi, dan hukum. Belum lagi kehancuran infrastruktur seperti rel kereta api, jalan Tol Porong-Gempol yang merupakan nadi utama transportasi ditutup secara permanen, dan jalan-jalan umum lainnya.
    Dalam beberapa kasus Walhi pernah mencoba mengajukan gugatan perdata kepada Lapindo Brantas Inc, korporasi terkait kejadian ini. Namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan Walhi dengan alasan bahwa semburan lumpur Lapindo terjadi karena bencana alam. Hakim menggunakan keterangan ahli yang diajukan pihak Lapindo sebagai alat bukti, padahal keterangan ahli itu bukan alat bukti dalam hukum acara perdata. Itu melanggar standar hukum pembuktian menurut Pasal 1886 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Pasal 164 Herzienne Inlandsche Reglement (HIR). Kini, bola hukum perkara Lapindo tinggal ditangan Komnas HAM. Tim Adhoc Pelanggaran HAM Berat dalam Kasus Lumpur Panas Lapindo masih bekerja untuk menemukan alat bukti pelanggaran HAM berat perkara lumpur itu, termasuk adanya unsur ”kesengajaan”.
     Dalam perkara ini, Lapindo dan pejabat yang memberi izin pengeboran gas bumi di Sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) Porong itu jelas sengaja melanggar hukum. Jarak sumur pengeboran itu dengan permukiman penduduk terlalu dekat (menurut BPK, sekitar lima meter). Ketentuan Badan Standar Nasional Indonesia Nomor 13-6910-2002 tentang Operasi Pengeboran Darat dan Lepas Pantai di Indonesia, sumur-sumur pengeboran harus berjarak sekurang-kurangnya 100 meter dari jalan umum, rel kereta api, perumahan, dan tempat-tempat lainnya. Pengeboran sumur BJP-1 juga tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo (Perda Nomor 16 Tahun 2003). Peruntukan lokasi tanah Sumur BJP-1 tersebut adalah untuk kegiatan industri non kawasan,bukan untuk pertambangan.
    Penanganan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, hingga tertanggal 30 Mei 2010 sudah mencapai Rp4,3 triliun. Namun pemerintah masih akan menggelontorkan dana untuk penanganan lumpur hingga 2014 nanti sebesar Rp11,5 triliun. Membengkaknya dana rakyat untuk penanganan lumpur Lapindo itu tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Dalam dokumen tersebut, pemerinah akan menggelontorkan lagi dana untuk penanganan lumpur Lapindo sebesar Rp7,2 triliun, untuk tahun 2011 hingga 2014 mendatang. Anggaran tersebut akan dialokasikan ke Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk menangani semburan lumpur, penanganan sosial dan infrastruktur. Pembangunan relokasi infrastruktur meliputi pembangunan jalan arteri porong, jalan tol dan jalur rel kereta api. Sehingga dana yang digunakan utuk penanganan lumpur Lapindo mencapai Rp11,5 triliun, karena pada tahun 2007 hingga 2010 pemerintah sudah menggelontorkan anggaran Rp4,3 triliun.
    Semburan lumpur ini telah menenggelamkan 12 desa, 24 pabrik, dan memaksa lebih dari 30 ribu warga terusir dari rumah mereka. Namun, didalam pengelolaan penanganan lumpur ini dinilai kurang transparan. Jumlah uang dinilai tidak sebanding dengan upaya penanganan yang dilakukan BPLS. Volume lumpur yang saat ini tertampung di kolam penampungan seluas 620 hektare sudah mencapai 12 juta meter kubik. Upaya pembelian kapal keruk dan mesin pompa untuk mengalirkan lumpur ke Kali Porong sulit dilakukan. Demikian pula dengan pembangunan relokasi infrastruktur ternyata juga tersendat karena terkendala pembebasan lahan.
    Pembayaran ganti rugi kepada para korban semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas di tiga desa, yakni Pejarakan, Kedungcangkrin dan Besuki, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sampai saat ini masih tersendat. Sesuai Perpres Nomor 48 Tahun 2008, tiga desa tersebut ditetapkan masuk peta terdampak II dan pembayaran atas aset warga yang terkena lumpur menjadi tanggungan pemerintah. Model pembayaran yang ditetapkan kepada korban di tiga desa tersebut menggunakan skema pembayaran yaitu uang muka 20 persen dan 80 persen sisanya dibayar secara mencicil. Sama persis dengan skema yang dipakai PT Minarak Lapindo Jaya pada 2008. Pemerintah  telah mengucurkan dana sekitar Rp 102 miliar untuk membayar uang muka 20 persen bagi warga di tiga desa tersebut. Kemudian pada 2009 pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 160 miliar lagi untuk membayar angsuran sisanya. Sejak 2007 pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan lumpur Lapindo sekitar Rp 1,2 triliun per tahun. Namun penyerapan anggaran itu masih terbilang kecil, cuma sekitar 50-60 persen. Hal itu karena sebagian besar anggaran untuk keperluan relokasi infrastruktur. Dan, sampai sekarang relokasi infrastruktur masih tersendat-sendat pelaksanaannya.
    Menurut teori Marx Weber hukum itu dipengaruhi salah satunya oleh politik. Kita sama –sama tahu bahwa perusahaan yang mengakibatkan Lumpur ini pemiliknya adalah Aburizal Bakrie (Ical) yang memliki tugas baru yaitu Ketua Harian Sekber (Sekretariat Bersama ). Memang Pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Koalisi ini menuai beragam kritik. Karena kewibawaan SBY sudah diambil setengahnya oleh Ketua Harian Sekber Koalisi. Sekber memiliki peluang besar untuk mengendalikan pemerintahan. Hal tersebut karena posisi kuat yang dimiliki oleh Ketua Golkar dalam struktur Sekber Partai Koalisi. Seakan – akan Aburizal Bakrie (Ical) mampu menunggangi pemerintah ini dengan berbagai cara apapun.
    Negara ini seakan tidak mampu mengatasi masalah Lumpur Lapindo milik Aburizal Bakrie (Ical), pemerintah hanya sekedar menggertak saja namun dalam kenyataannya masih ada masyarakat yang terkena Lumpur Lapindo ini yang belum menerima ganti rugi secara adil. Bila ditelaah dengan konsep hukum maka kasus ini sesuai dengan Mahzab Formalistis ( Jhon Austis) yang mengatakan bahwa hukum dibuat untuk kepentingan penguasa dan atas pemeritah sehingga rasa tidak diperhatikan. Dalam kasus Lumpur Lapindo ini kita bisa menggunakan teori konflik. Menurut Dahrendorf konflik adalah kelompok semu yaitu para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Tidak hanya itu, Dahrendorf mencoba mencontohkan. Dalam sebuah masyarakat yang terdiri dari dua kelompok, yaitu pemegang otoritas (superordinan) dan kelompok yang dikuasai (subordinan).
    Dalam kasus Lumpur lapindo, superordinan adalah perusahaan Lapindo, sedangkan subordinan adalah masyarakat sidoarjo dan sekitarnya. Dengan kepentingan dan kekuasaanya kelompok superordinan yang dikelompoki oleh para pengusaha ingin mencoba menguasai daerah tersebut namun masyarakat setempat yang tidak memiliki kekuatan penuh mencoba berontak dan itu semua akan menimbulkan sebuah konflik. Menurut dahrendorf pula, kepentingan selalu memiliki suatu harapan-harapan. Dalam hal ini perusaahaan Lapindo memegang peran demi keuntungan perusahaan sebagai suatu keseluruhan dan dalam kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan. Ada asumsi yang mengatakan bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
    Di dalam pengamatan penulis, kasus Lumpur Lapindo ini ditekankan oleh perusahaan Lapindo yaitu sistem jual beli, seharusnya adalah ganti rugi. Jadi bila hasil kesepatan jual beli itu lebih kepada negosiasi yang sifatnya memaksa. Para korban pun hanya bisa menerima nasib yang tidak wajar oleh para penguasa kepentingan. Negara pun tak bisa berbuat banyak karena dari awal Negara tidak bersikap tegas kepada perusahaan Aburizal Bakrie (Ical). Padahal Presiden kita itu dipilih langsung oleh rakyat dengan kemenangan 60 % namun tidak bisa tegas.
     Memang konflik yang terjadi dalam kasus Lumpur Lapindo ini adalah konflik yang realistik yaitu terlihat atau nyata. Di mana benar –benar kasus ini adalah kasus besar yang mungkin bisa melebihi kasus Bank Centuri yang beberapa bulan yang lalu sempat menghebohkan masyarakat Indonesia. Karena kasus Lumpur Lapindo ini menyangkut hajat orang banyak, dengan bencana seperti ini segala aktivitas terasa tersendat. Seharusnya hukum di Indonesia itu harus ditegakkan, tidak ada tebang pilih dalam memberlakukan hukum. Setiap yang bersalah haruslah di hukum sesuai aturan yang berlaku. Jangan rakyat ini di bohongi oleh kebijakan atau aturan main para pengusasa yang selalu haus akan kekuasaan.
    Di sela memperingati empat tahunnya bencana Lumpur Lapindo. Ratusan korban lumpur Lapindo menggelar aksi teatrikal dengan membawa patung bergambar Aburizal Bakrie sebagai bentuk refleksi peringatan empat tahun luapan lumpur Lapindo. Dalam aksi tersebut warga juga meminta kepada pemerintah dan Lapindo bertanggung jawab atas terjadinya perstiwa luapan lumpur panas sejak 29 Mei 2006. Mereka meminta supaya percepatan ganti rugi terhadap korban lumpur ini segara dilunasi dan warga bisa segera menempati rumah baru.
    Ada fenomena menarik, yaitu munculnya Yuniwati Teryana, Wakil Presiden Direktur Lapindo Brantas Inc, perusahaan penanggung jawab kasus lumpur Lapindo sebagai calon bupati Sidoarjo. Wiwid Suwandi, petinggi perusahaan yang sama, juga muncul sebagai calon bupati. Apa makna kemunculan mereka sebagai calon bupati Sidoarjo? Apakah warga Sidoarjo telah melupakan kasus Lapindo?. Memang kekuasaan politik di Negeri ini telah melebur menjadi satu, yaitu monarki. Seakan para pengusaha mampu mengusai koalisi pemerintah dengan asas kebersamaan.
Kesimpulan :
    Setelah membaca dan menganalisa kejadian kasus yg terjadi dan kasus ini sangat tidak adil terhadap rakyat yg terkena dampak lumpur lapindo yg sudah 10 tahun lebih terjadi, saya bisa menyimpulkan bahwa ketidakadilan Negara terhadap Rakyat yg terkena dampak lumpur sangat terasa pada kasus Lumpur Lapindo yang menyebabkan mereka semua kehilangan rumah, lahan pekerjaan, dan lainnya. Karena ketidakseriusan Negara dalam bersikap tegas terhadap perusahaan yang dikomandai oleh Ketua Harian Sekber (Sekretariat Bersama) dan sekaligus Ketua Umum Partai Golkar. Ini harus menjadi perhatian pemerintah maupun pihak – pihak yang terkait dalam terjadinya luapan lumpur lapindo, dalam menanggani masalah yang terjadi yang sudah sekian lama terjadi, rakyat pantas untuk mendapatkan keadilan yang jelas dari para pelaku kasus lumpur lapindo dengan cara saling bermusyawarah dan ganti rugi sesuai kerugian yang ditanggung semua masyarakat yg terkena dampak lumpur lapindo.
SUMBER :
Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma
https://rahmatarifianto.wordpress.com/2016/05/31/manusia-dan-keadilan/

No comments:

Post a Comment